Sebuah Kesaksian 212 : Deny Suwarja

Tadinya tidak terpikirkan, ikut menjemput dan mengawal para peserta long march Ciamis - Jakarta di Malangbong. Saat ada keperluan di Cibatu, pukul 15.40 WIB membaca update info rombongan dari salah seorang peserta bahwa rombongan sudah tiba di mesjid Agung Malangbong. Tertarik dan panggilan hati ingin memberi dukungan moril kepada mereka.

Via Sasakbeusi menuju Malangbong, perasaan dan hati dibuat bangga dan sejuk. Betapa tidak, disepanjang tepi jalan tampak masyarakat berkerumun disetiap sudut. Anak-anak, Ibu-ibu, Bapak-bapak, Kakek-kakek, Nenek-nenek semua bersiap menyambut lengkap dengan makanan dan minuman bahkan buah-buahan.

Di Lewo, berhenti sejenak. Mendekati kerumunan itu dan memasang kamera kecil. Saat ditanya mengapa mereka melakukan itu ? jawaban mereka: "Lillahita'ala, demi Allah, demi Agama, demi membela Al-Quran yang telah dinistakan."
"Ini murni dari hamba Allah, bukan dari partai politik yang dituduhkan si Penista! Kami tidak bisa ikut long march. Tapi kami ingin mendukung mereka. Tukang tahu menyumbang tahu, tukang emplod, tukang tempe, tukang krupuk, tukang roti, tukang bala-bala. Bapak lihat sendiri ini didepan. Semua sumbangan sukarela. Ikhlas, gak ada yang membayar!", Jawab mereka.

Subhanallah, bulu kuduk merinding. Ada yang tersekat ditenggorokan. Mereka rakyat biasa begitu rela berkorban. Demi keyakinan dan keimanan mereka yang diinjak-injak dan dinistakan. Mereka rela berkorban dan sudah berdiri disana lebih kurang 1,5 jam. Padahal rombongan long march baru tiba di mesjid Agung Malangbong dan rehat dengan shalat maghrib. Perjalanan baru akan dilanjut ba'da shalat Magrib.

Tiba di Mesjid Agung Malangbong, suasana seperti malam takbiran. Setiap melewati kerumunan orang-orang gema takbir dan kepalan tangan terangkat selalu terucap. Tegas tanpa ragu. Tampak beberapa ada yang makan nasi bungkus berdua, bahkan ada bertiga smbil duduk bersandar ke tembok. Belakangan mendapat informasi dari koordinator konsumsi bahwa makanan, snack, air kemasan, obat-obatan lebih dari cukup. Sumbangan sukarela dari masyarakat yang terlewati rombongan. Yang kurang adalah untuk nasi bungkus/box karena sering mengalami keterlambatan karena langsung didrop dari pesantren Ciamis. Namun peserta tidak mengeluh, saat di Malangbong mendapatkan 300 nasi bungkus dari masyarakat setempat. Mereka rela berbagi dengan teman-temannya. MasyaAllah!

Untuk makanan kemasan seperti biskuit atau roti dan air kemasan lebih dari cukup. Bahkan mobil feeding kewalahan untuk mengangkut semua itu. Alternatifnya koordinator konsumsi harus mendatangkan truk dump yang besar untuk mengangkut semua konsumsi yang disediakan masyarakat sepanjang Ciamis - Malangbong. Pastinya akan terus bertambah selama perjalanan ke Jakarta. Yang mengiris hati adalah diantara makanan kemasan tampak juga makanan tradisional seperti cucur, ali agreg, burayot, rangginang, emplod, ladu, bahkan air kopi panas yang dimasukkan diplastik ada disana! Yang pasti semua makanan tradisional tersebut diolah oleh masyarakat kebanyakan rakyat miskin yang tidak rela kitab sucinya dihina dan ingin membela dengan cara mereka.

Kumandang adzan maghrib bergema, Wajah-wajah yang tidak bisa menyembunyikan rasa lelah tapi dengan sorot mata penuh semangat itu langsung mengambil air wudhu. Tidak sampai 2 menit, kerumunan jemaah lebih dari 2000 orang tersebut (plus mukmin) langsung berbanjar rapi. Tanpa harus berteriak-teriak ala polisi yang kemarin sempat melarang mereka PO bus agar tidak menyewakan bus kepada mereka. Mereka tertib rapi, merapatkan barisan menghadap kiblat, rapinya makmum hanya sesaat setelah mendengar suara iqamat.

Selama shalat, tidak terasa mata basar. Alhamdulillah, bisa ikut berjamaah bersama mereka. Terasa atmosfer ghirah izzatul Islam yang kental. Khusyuk dan penuh kesyahduan. Setelah membaca salam, air mata makin basah saat para santri tersebut bersalaman sambil mencium tangan saya penuh hormat. Padahal saya tidak mengenal mereka. Mereka tidak sayapun tapi akhlak mereka begitu santun, saat melewati orang yang lebih tua mereka berjalan membungkuk, merendahkan tubuhnya dengan posisi tangan lurus ke bawah menyentuh lutut.

Hujan turun gerimis saat meninggalkan mesjid Agung Limbangan, agar dapat mengambil gambar yang bagus, lebih kurang 6KM dari alun-alun Malangbong, berhenti disebuah warung untuk menyantap mie sambil menunggu rombongan, buang air kecil dan ngopi. "Paling perkiraan akan memakan waktu 1 jam dari Malangbong kesini!" kata si Bapak pemilik warung. "Bapak yakin?" saya perkirakan 30 menit. "kan hanya 6 KM!" bantah saya. Tapi saya dan istri dibuat melongo, belum 15 menut duduk sambil menikmati mie rebus. Tiba-tiba dari arah timur mobil polisi yang mengawal sudah tiba.  Polisi memberlakukan jalur 1 arah. Kendaraan dari arah Malangbong diminta menepi

Tidak sampai lima menit kemudian, dalam guyuran hujan yang makin deras, tampak rombongan muncul dari arah Malangbong. Hanya 20 menit. Mereka bertakbir dan bersholawat menembus hujan dengan hanya berlapiskan jas hujan plastik kresek. Beriringan, sebagian ada yang berpegangan tangan, sebagian ada yang membawa tongkat, sebagian ada yang menggandeng temannya. Tak henti mobil ambulance dan mobil evakuasi yang mengikuti rombongan memberikan pengarahan kepada para peserta yang sudah tidak kuat berjalan jangan memaksakan. Silahkan naik mobil yang kedua lampu daruratnya menyala. Tapi yang minta di evakuasi bisa dihitung dengan jari. Mayoritas mereka tetap berjalan, bahkan ada yang setengah berlari menembus hujan deras.

Menuju warung badrek, kerjasama disepanjang jalan tampak masyarakat menyemut. Lebih heboh daripada tadi sore saat mereka menunggu rombongan. Makanan dan minuman yang disediakan mereka malah makin banyak. Seorang nenek berdiri diantara kerumunan masyarakat. Ditangannya tampak dia memegang sebungkus emplod (makanan khas lewo dari singkong). Seorang bapak sibuk menyeduh kopi panas digelas plastik dan memberikan dengan penuh kasih sayang serta doa kepada setiap peseta yang melewatinya.

Suasana sangat islami, tulus, ikhlas dan ukhuwah islamiyah. Berkali-kali saya dan istri menyeka air mata saat menyaksikan mereka disepanjang perjalanan. Allahu Akbar. Ya Allah, saksikanlah kami ridho Engkau menjadi tuham kami. Kami ridho Islam menjadi agama kami. Kami ridho Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul kami dan Kami rela Al-Quran menjadi kitab suci kami. Jauhkan kami dari orang-orang munafik, yang lebih ridho kaum kafir jadi pemimpinnya dan menyangkal kebenaran kalamMu. Aminn......
Share on Google Plus

About indrazurra

0 komentar:

Posting Komentar