Selepas berjamaah shalat Dzuhur,
saya rapat kecil dengan adik-adik dan pengurus santri senior bertempat di
beranda depan rumah. Mulailah kami membagi tugas: H. Agus Malik (Zieguz Maliex)
diberi amanah untuk mobilisasi massa, H. Saepul Khiyar (Aspri Bu Ipah) sebagai
pengatur peta jalan, Hj. Ima Rohimah (Deza Azra Aurora) sebagai koordinator santri,
Daais Nurul Wahidah (Umu Sofwa) istri saya sebagai Tim logistik, H. cece Bahrul
Ulum (UwaAnom) sebagai Tim dokumentasi, H. ucu sebagai koordinator medis dan
ditambah lagi kepanitiaan dari luar. Rapat hanya sebentar, semua langsung
bergerak sesuai dengan peran masing-masing karena kami dikejar waktu. Perlengkapan
perang untuk perjalanan disiapkan. Pita merah putih langsung pesan ke tukang jahit.
Dudukuy cetok beli sekitar 1000 lebih. Santri dilibatkan untuk mengecat dudukuy
dengan warna merah putih. Sebagian santri menebang pohon bambu ke kebun untuk
bikin tongkat. Hari itu hari yang sangat sibuk bagi santri, sesekali saya
telpon kesana kemari mengecek kesiapan yang mau gabung. Sambil jalan-jalan
mengecek istri di dapur umum yang lagi memimpin santri putri yang sedang membuat Buras untuk
bekal para mujahid.
Tibalah waktu berjamaah shalat
Ashar. Saya baru ngeh banyak kendaraan yang datang. Ternyata itu jamaah alumni
pesantren untuk kajian rutin bulanan setiap senin pekan ke-4. Mendadak suasana
menjadi riuh menambah kesibukan para santri. Malamnya bada’ magrib, saya
mengisi kajian Tazkiyatunnafsy rutin dilanjut dengan kajian bada’ isya. Super sibuk
pokoknya. Bada’ subuh dilanjut kajian khusus alumni Miftahul Huda 2 (HAMIDU). Ada
sekitar 500 orang, bahasannya kitab hikam dan maszahibul arbaah (Perbandingan
madzahab fikih). Disitu saya sampaikan rencana kami pada alumni disertai motivasi
pentingnya semangat jihad.
Senin pagi jam 6.30, diluar
masjid santri sudah ramai persiapan dan adik saya melakukan pengarahan
berkaitan persiapan teknis keberangkatan dan perlengkapan yang harus dibawa,
topi cetok merah putih siap dipakai. Walaupun catnya masih basah, pita merah sudah
dililit, ransel mereka sudah dipunggung posisinya dan semua menunggu komando untuk
berangkat.
Saya bergegas menutup pengajian
alumni dan mempersiapkan perlengkapan. Telepon terus bordering, banyak yang
tidak terangkat. Ada KH. Kamaludin dari Manhajul ulum menyambung ditelpon. Beliau
sudah siap dengan 300 santri menunggu di jalan. Waduuhh….. saya belum mandi,
belum sarapan padahal pasukan sudah siap.
Kemudian datang mobil bak terbuka
yang sudah dipesan sekitar 100 armada ditambah 10 mobil truk (semuanya modal
sendiri) dan tak perlu saya bersumpah semuanya di datangkan untuk mengangkut
santri ke pusat kota Ciamis. Mulailah saya kaluttt…. Sambil berlari kecil saya kemudian
menghidupkan mobil pribadi dan menyimpan pakaian ala kadarnya. Santri sudah
tidak sabar untuk di berangkatkan. Saya menuju mobil komando dan mulai memberi
arahan pekikan” Isti'dduu” dan dijawab serempak “Labbaik” 3 kali, Takbir “Allahu
Akbar” berkali-kali. Darah mereka sudah naik ke ubun-ubun, serasa suasana
perang Badar hadir di kompleks pesantren Miftahul Huda 2. Kalimat thoyyibah
menjadi mabda kami dalam memberangkatkan ribuan santri. Mulailah ratusan mobil
itu merayap berjalan keluar kompleks pesantren. Orang-orang mulai bertanya “Barade
kamana rombongan seueur-seueur teuing (mau kemana rombongan banyak sekali?)
Tanda tanya bagi masyarakat yang terlewati.
Ingin tahu jawabannya?
BERSAMBUNG…………………
0 komentar:
Posting Komentar