Sebuah Catatan (Nopri Hanapi) : Ide Gila Jalan Kaki 212 _Part 2




Selepas berjamaah shalat Dzuhur, saya rapat kecil dengan adik-adik dan pengurus santri senior bertempat di beranda depan rumah. Mulailah kami membagi tugas: H. Agus Malik (Zieguz Maliex) diberi amanah untuk mobilisasi massa, H. Saepul Khiyar (Aspri Bu Ipah) sebagai pengatur peta jalan, Hj. Ima Rohimah (Deza Azra Aurora) sebagai koordinator santri, Daais Nurul Wahidah (Umu Sofwa) istri saya sebagai Tim logistik, H. cece Bahrul Ulum (UwaAnom) sebagai Tim dokumentasi, H. ucu sebagai koordinator medis dan ditambah lagi kepanitiaan dari luar. Rapat hanya sebentar, semua langsung bergerak sesuai dengan peran masing-masing karena kami dikejar waktu. Perlengkapan perang untuk perjalanan disiapkan. Pita merah putih langsung pesan ke tukang jahit. Dudukuy cetok beli sekitar 1000 lebih. Santri dilibatkan untuk mengecat dudukuy dengan warna merah putih. Sebagian santri menebang pohon bambu ke kebun untuk bikin tongkat. Hari itu hari yang sangat sibuk bagi santri, sesekali saya telpon kesana kemari mengecek kesiapan yang mau gabung. Sambil jalan-jalan mengecek istri di dapur umum yang lagi memimpin santri putri yang sedang membuat Buras untuk bekal para mujahid.

Tibalah waktu berjamaah shalat Ashar. Saya baru ngeh banyak kendaraan yang datang. Ternyata itu jamaah alumni pesantren untuk kajian rutin bulanan setiap senin pekan ke-4. Mendadak suasana menjadi riuh menambah kesibukan para santri. Malamnya bada’ magrib, saya mengisi kajian Tazkiyatunnafsy rutin dilanjut dengan kajian bada’ isya. Super sibuk pokoknya. Bada’ subuh dilanjut kajian khusus alumni Miftahul Huda 2 (HAMIDU). Ada sekitar 500 orang, bahasannya kitab hikam dan maszahibul arbaah (Perbandingan madzahab fikih). Disitu saya sampaikan rencana kami pada alumni disertai motivasi pentingnya semangat jihad.

Senin pagi jam 6.30, diluar masjid santri sudah ramai persiapan dan adik saya melakukan pengarahan berkaitan persiapan teknis keberangkatan dan perlengkapan yang harus dibawa, topi cetok merah putih siap dipakai. Walaupun catnya masih basah, pita merah sudah dililit, ransel mereka sudah dipunggung posisinya dan semua menunggu komando untuk berangkat.

Saya bergegas menutup pengajian alumni dan mempersiapkan perlengkapan. Telepon terus bordering, banyak yang tidak terangkat. Ada KH. Kamaludin dari Manhajul ulum menyambung ditelpon. Beliau sudah siap dengan 300 santri menunggu di jalan. Waduuhh….. saya belum mandi, belum sarapan padahal pasukan sudah siap.

Kemudian datang mobil bak terbuka yang sudah dipesan sekitar 100 armada ditambah 10 mobil truk (semuanya modal sendiri) dan tak perlu saya bersumpah semuanya di datangkan untuk mengangkut santri ke pusat kota Ciamis. Mulailah saya kaluttt…. Sambil berlari kecil saya kemudian menghidupkan mobil pribadi dan menyimpan pakaian ala kadarnya. Santri sudah tidak sabar untuk di berangkatkan. Saya menuju mobil komando dan mulai memberi arahan pekikan” Isti'dduu” dan dijawab serempak “Labbaik” 3 kali, Takbir “Allahu Akbar” berkali-kali. Darah mereka sudah naik ke ubun-ubun, serasa suasana perang Badar hadir di kompleks pesantren Miftahul Huda 2. Kalimat thoyyibah menjadi mabda kami dalam memberangkatkan ribuan santri. Mulailah ratusan mobil itu merayap berjalan keluar kompleks pesantren. Orang-orang mulai bertanya “Barade kamana rombongan seueur-seueur teuing (mau kemana rombongan banyak sekali?) Tanda tanya bagi masyarakat yang terlewati.
Ingin tahu jawabannya?

BERSAMBUNG…………………
Share on Google Plus

About indrazurra

0 komentar:

Posting Komentar