Mengapa Kami Harus Berangkat?

*Gambar Ilustrasi Cerita ini hanya sebuah cerita kecil bukti bahwa Allah Maha Besar dan tawakal adalah salah satu kunci agar hidup lebih tenang. Allah tak akan pernah Melupakan hamba yang berjuang dijalan-Nya. Beberapa hari sebelum berangkat, kami ( aku dan teman kampusku, Fauzan ) sempat galau jadi ikut aksi 212 atau tidak. Pasalnya di tanggal 2 Desember akan diadakan UTS ( Ujian Tengah Semester ) mata kuliah yang lumayan berbobot dan penting. Tidak beruntungnya kami, dahulu ketika kontrak belajar tak ada ujian susulan atau remidial. Waktu itu kami bimbang,jadi berangkat atau tidak. Kebimbangan itu tak berlangsung lama karena kami harus segera memantapkan hati. Keputusan jadi berangkat atau tidak kami pertimbangkan dengan matang. Suatu sore kami diskusi, tentang kelanjutan berangkat atau tidak. Melihat kondisi keuangan masing-masing kami, rasanya akan sulit untuk berangkat. Selain itu ada UTS, aku juga punya pelatihan upgrade organisasi, semuanya diwaktu yang sama. Namun secara tiba-tiba muncul pikiran itu. Bahwa Allah tak akan pernah Menyiakan Hamba yang berjuang di jalan-Nya, yang membela agama-Nya. Dengan pertimbangan yang terlihat abstrak itu kami memutuskan berangkat. Kami yakin, Allah tak akan pernah Menyiakan hambaNya. Keyakinan itu bertambah tebal karena kerinduanku untuk mengikuti panggilan membela agama ini. Waktu 411 aku tak ikut, jika 212 tak ikut maka kapan lagi bisa berjuang harta-jiwa untuk membela agama Allah. Sementara kejadian ini bisa jadi tak akan ada lagi, sedangkan mata kuliah, pelatihan organisasi in syaa Allah tahun depan akan ada. Dan Allah pasti akan Gantikan dengan yang lebih baik. Bukan meremehkan mata kuliah atau pelatihan organisasi, tapi panggilan ini bisa jadi mungkin seumur hidup hanya akan terjadi saat itu saja. Kami sudah janjian untuk mengulang mata kuliah tersebut di tahun depan bersama. Padahal jika dilihat dari hitungan logika, kami akan mengalami kerugian. UTS yang kami tinggalkan, pelatihan yang aku tinggalkan, biaya untuk berangkat dan lain-lain. Tapi keyakinan bahwa perdagangan dengan Allah adalah perdagangan yang tak akan pernah merugi, kami berangkat. Perjalanan kami alhamdulillah lancar, sempat melewati 2 pos penjagaan namun lolos semua. Pos pertama lewat ketika petugas sedang istirahat, sementara pos kedua lewat ketika petugas membubarkan diri. Alhamdulillah. Kami sempat was-was ketika melewati pos, pasalnya dari berita yang beredar tiap rombongan ke Jakarta pasti dipersulit. Singkat cerita kami sampai di Jakarta. Disana kami disambut seperti Muhajirin. Makan, minum, istirahat kami sangat terlayani. Bahkan kami diberi bekal ketika berangkat menuju Monas. Disekitar Monas kami juga disambut tak kalah luar biasa. Sepanjang jalan saudara-saudara Jakarta menawarkan makanan, minuman dan pelayanan jasa. Semuanya gratis. Sungguh hari itu adalah hari pembuktian persaudaraan muslim adalah persaudaraan yang kuat. Padahal aku yakin, selain dari rombongan masing-masing, jutaan peserta belum saling kenal kecuali hanya sedikit. Tak ada yang bisa menyatukan hati-hati muslimin kecuali Allah. Kejadian pribadi luar biasa yang aku alami adalah kejadian setelah pulang dari Jakarta. Saat itu adalah jadwal mata kuliah yang kemarin aku dan Fauzan tinggalkan. Aku berniat melobi dosen untuk ujian susulan walaupun aku rasa akan sia-sia karena kontrak belajar menyebutkan tak ada susulan ujian. Namun sebelum aku melakukan lobi, aku ditanya dahulu oleh dosen,” Mas, mau susulan kapan?” Pertanyaan yang membuat aku terkejut. Sekali lagi dosen itu menegaskan,”Kemarin ke Jakarta kan?”. Iya jawabku. Allahu Akbar! Dari mana dosen tahu jika aku ke Jakarta? Padahal waktu itu kami pergi tanpa ijin dan tak ada teman yang tahu. Teman-teman tahu kami ke Jakarta ketika ujian sudah selesai. Allah yang Memberi tahu, Dia Maha Mengerahui. Belum selesai keterkejutan dan kebahagiaan itu, sepulang dari kuliah aku didatangi teman dan dia memberiku uang yang lumayan banyak. “Sumbangan dari sekolahan dan teman”, kata dia. AllahuAkbar. Inilah yang membuat aku lebih terkejut. Aku tak meminta apapun, semuanya sudah aku ikhlaskan untuk Allah, hanya balasan terbaik dari Allah yang aku harap. Oh, ternyata inilah balasan Allah didunia. Tunai, langsung dan lebih banyak. Semoga balasan akhirat adalah balasan surga. Aaamiin..
Share on Google Plus

About Harum Bunga

0 komentar:

Posting Komentar